Tugas 4 : Persamaan dan perbedaan Politik
Pintu Terbuka 1870 dengan 1970
A.
Politik Pintu Terbuka Hindia
Belanda
Pada
tahun 1870 di Indonesia mulai dilaksanakan politik kolonial liberal yang sering
disebut ”Politik Pintu Terbuka (open
door policy)”. Sejak saat itu pemerintah
Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha asing untuk menanamkan modalnya,
khususnya di bidang perkebunan.
Pelaksanaan
politik kolonial liberal ditandai dengan keluarnya undang-undang agraria dan undang-undang gula.
a. Undang-Undang Agraria (Agrarische
Wet) 1870
Undang-undang ini merupakan sendi dari
peraturan hukum agraria kolonial di Indonesia yang berlangsung dari 1870 sampai
1960. Peraturan itu hapus dengan dikeluarkannya UUPA (Undang-Undang Pokok
Agraria tahun 1960) oleh Pemerintah Republik Indonesia. Jadi Agrarische Wet itu
telah berlangsung selama 90 tahun hampir mendekati satu abad umurnya.Wet itu tercantum dalam pasal 51 dari Indische. Staatsregeling, yang merupakan peraturan pokok dari
undang-undang Hindia Belanda.
Menteri jajahan Belanda De Waal, berjasa
menciptakan wet ini yang isinya, antara
lain sebagai berikut.
Pasal
1 : Gubernur jenderal tidak boleh menjual tanah.
Pasal
2 : Gubernur jenderal boleh menyewakan tanah menurut peraturan undang- undang.
Pasal 3 : Dengan peraturan undang-undang akan diberikan
tanah-tanah dengan hak erfpacht yaitu hak pengusaha untuk dapat menyewa tanah
dari gubernemen paling lama 75 tahun,
dan seterusnya.
Undang-undang agraria pada intinya
menjelaskan bahwa semua tanah milik penduduk Indonesia adalah milik pemerintah
kerajaan Belanda. Maka pemerintah Belanda memberi mereka kesempatan untuk
menyewa tanah milik penduduk dalam jangka waktu yang panjang. Sewa-menyewa
tanah itu diatur dalam Undang-Undang Agraria tahun 1870. Undang-undang itu juga
dimaksudkan untuk melindungi petani, agar tanahnya tidak lepas dari tangan
mereka dan jatuh ke tangan para pengusaha. Tetapi seringkali hal itu tidak
diperhatikan oleh pembesar-pembesar pemerintah.
b. Undang-Undang Gula (Suiker Wet)
Dalam undang-undang ini ditetapkan
bahwa tebu tidak boleh diangkut ke luar Indonesia, tetapi harus diproses di
dalam negeri. Pabrik gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap dan
diambil alih oleh pihak swasta. Pihak swasta juga diberi kesempatan yang luas
untuk mendirikan pabrik
gula baru.
Sejak itu Hindia Belanda menjadi negara
produsen hasil perkebunan yang penting. Apalagi sesudah Terusan Suez dibuka,
perkebunan tebu menjadi bertambah luas, dan produksi gula juga meningkat.
Terbukanya Indonesia bagi swasta asing
berakibat munculnya perkebunan- perkebunan swasta asing di Indonesia seperti perkebunan teh
dan kina di Jawa Barat, perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Timur, perkebunan
tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan perkebunan karet di Serdang. Selain di
bidang perkebunan, juga terjadi penanaman modal di bidang pertambangan, seperti
tambang timah di Bangka dan tambang batu bara di Umbilin.
B.
Politik Pintu Terbuaka Orde Baru
Pada zaman Orde
Baru terjadilah perubahan strategi ekonomi Indonesia. Strategi ekonomi yang
disusun oleh kaum tehnokrat Orde Baru mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang
maksimal, melalui pemasukan modal dan teknologi asing secara besar-besaran.
Adanya Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1967, Indonesia
membuka pintu lebar-lebar terhadap masuknya modal asing.
Mengingat kepentingan nasional makin mendesak, Indonesia
merasa perlu secara aktif mengambil bagian dalam kegiatan badan-badan
Internasional. Panitia musyawarah DPR-GR mengadakan rapat pada tanggal 13 Juni
1966 untuk membahas resolusi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebelum
persidangan umum badan dunia itu dimulai pada tahun 1966. Sebagai dasar
pertimbangan disebutkan bahwa selama menjadi anggota badan dunia itu sejak
1950-1964, Indonesia telah menarik banyak manfaatnya. Demikian setelah
meninggalkan PBB sejak 1 Januari 1965, Indonesia kembali aktif di PBB pada
tanggal 28 September 1966 dan mendapat dukunan penuh dari berbagai negara,
seperti Aljazair, Jepang, Filipina, Pakistan, Mesir, Thailand, dan sebagainya.
Selain itu Indonesia juga berusaha memulihkan kembali hubungannya dengan
negara-negara lain yang sebagai akibat kebijakan politik Orde Lama telah
menjadi renggang. Misalnya dengan India, Filipina, Thailand, Australia, dan
negara-negara non-aligned di Asia, Afrika, dan Eropa. Sedang dalam
organisasi-organisasi internasional yang bersifat non-govermental khususnya
dalam rangka solidaritas Asia-Afrika seperti OISR, AA, PWAA Indonesia berusaha
mengadakan pemurnian dalam asas-asas dan tujuan organisasi-organisasi tersebut,
baik pada tingkat nasional maupun tingkat internasional.
Persamaan :
·
Membuka penanaman modal asing di
Indonesia
·
Melakukan hubungan luar negeri dengan
negara lain
Perbedaan :
·
Waktu terjadinya berbeda
·
Pemerintahannya berbeda, tahun 1870 Ind
·
onesia belum merdeka masih dijajah
Belanda. Seratus tahun kemudian Indonesia sudah pada masa Orde Baru
·
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda
diberlakukannya Undang-Undang Agraria serta Undang-Undang Gula, pada masa Orde
Baru diberlakukannya Undang-Undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA).
·
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda
diadakannya sistem tanam paksa, pada masa Orde Baru tidak.
·
Keadaan rakyat menderita pada masa
pemerintahan Hindia Belanda karena tanam paksa, sedangkan pada masa Orde Baru
dibukanya lapangan pekerjaan untuk rakayat.
·
Pada masa Orde Baru Indonesia aktif
dalam organisasi-organisasi Internasional.
Sumber:
- http://pengertiandaninfo.blogspot.com/2012/12/tentang-politik-pintu-terbuka.html diakses pada tanggal 5 Maret 2013, pukul 11.06 Wita
- http://iwaka91.blogspot.com/2011/06/politik-pintu-terbuka-hindia-belanda.html diakses pada tanggal 5 Maret 2013, pukul 11.11 Wita
- Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern: 1200-2008. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi
- Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta : Balai Pustaka
- Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.