Rabu, 17 April 2013

Tugas 4 Sejarah Indonesia VI "Persamaan dan Perbedaan Politik Pintu Terbuka 1870 dan 1970"



Tugas 4            : Persamaan dan perbedaan Politik Pintu Terbuka 1870 dengan 1970
A.    Politik Pintu Terbuka Hindia Belanda
Pada tahun 1870 di Indonesia mulai dilaksanakan politik kolonial liberal yang sering disebut ”Politik Pintu Terbuka (open door policy)”. Sejak saat itu pemerintah Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha asing untuk menanamkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan.
Pelaksanaan politik kolonial liberal ditandai dengan keluarnya undang-undang  agraria dan undang-undang gula.
a. Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) 1870
Undang-undang ini merupakan sendi dari peraturan hukum agraria kolonial di Indonesia yang berlangsung dari 1870 sampai 1960. Peraturan itu hapus dengan dikeluarkannya UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960) oleh Pemerintah Republik Indonesia. Jadi Agrarische Wet itu telah berlangsung selama 90 tahun hampir mendekati satu abad umurnya.Wet itu tercantum dalam pasal 51 dari Indische. Staatsregeling, yang merupakan peraturan pokok dari undang-undang Hindia Belanda.
Menteri jajahan Belanda De Waal, berjasa menciptakan wet ini yang isinya, antara lain sebagai berikut.
Pasal 1 : Gubernur jenderal tidak boleh menjual tanah.
Pasal 2 : Gubernur jenderal boleh menyewakan tanah menurut peraturan undang- undang.
Pasal 3 : Dengan peraturan undang-undang akan diberikan tanah-tanah dengan hak erfpacht yaitu hak pengusaha untuk dapat menyewa tanah dari gubernemen paling lama 75 tahun, dan seterusnya.
Undang-undang agraria pada intinya menjelaskan bahwa semua tanah milik penduduk Indonesia adalah milik pemerintah kerajaan Belanda. Maka pemerintah Belanda memberi mereka kesempatan untuk menyewa tanah milik penduduk dalam jangka waktu yang panjang. Sewa-menyewa tanah itu diatur dalam Undang-Undang Agraria tahun 1870. Undang-undang itu juga dimaksudkan untuk melindungi petani, agar tanahnya tidak lepas dari tangan mereka dan jatuh ke tangan para pengusaha. Tetapi seringkali hal itu tidak diperhatikan oleh pembesar-pembesar pemerintah.
b. Undang-Undang Gula (Suiker Wet)
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa tebu tidak boleh diangkut ke luar Indonesia, tetapi harus diproses di dalam negeri. Pabrik gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap dan diambil alih oleh pihak swasta. Pihak swasta juga diberi kesempatan yang luas untuk mendirikan pabrik gula baru.
Sejak itu Hindia Belanda menjadi negara produsen hasil perkebunan yang penting. Apalagi sesudah Terusan Suez dibuka, perkebunan tebu menjadi bertambah luas, dan produksi gula juga meningkat.
Terbukanya Indonesia bagi swasta asing berakibat munculnya perkebunan- perkebunan swasta asing di Indonesia seperti perkebunan teh dan kina di Jawa Barat, perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Timur, perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan perkebunan karet di Serdang. Selain di bidang perkebunan, juga terjadi penanaman modal di bidang pertambangan, seperti tambang timah di Bangka dan tambang batu bara di Umbilin.
B.     Politik Pintu Terbuaka Orde Baru
Pada zaman Orde Baru terjadilah perubahan strategi ekonomi Indonesia. Strategi ekonomi yang disusun oleh kaum tehnokrat Orde Baru mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang maksimal, melalui pemasukan modal dan teknologi asing secara besar-besaran. Adanya Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1967, Indonesia membuka pintu lebar-lebar terhadap masuknya modal asing.
Mengingat kepentingan nasional makin mendesak, Indonesia merasa perlu secara aktif mengambil bagian dalam kegiatan badan-badan Internasional. Panitia musyawarah DPR-GR mengadakan rapat pada tanggal 13 Juni 1966 untuk membahas resolusi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebelum persidangan umum badan dunia itu dimulai pada tahun 1966. Sebagai dasar pertimbangan disebutkan bahwa selama menjadi anggota badan dunia itu sejak 1950-1964, Indonesia telah menarik banyak manfaatnya. Demikian setelah meninggalkan PBB sejak 1 Januari 1965, Indonesia kembali aktif di PBB pada tanggal 28 September 1966 dan mendapat dukunan penuh dari berbagai negara, seperti Aljazair, Jepang, Filipina, Pakistan, Mesir, Thailand, dan sebagainya. Selain itu Indonesia juga berusaha memulihkan kembali hubungannya dengan negara-negara lain yang sebagai akibat kebijakan politik Orde Lama telah menjadi renggang. Misalnya dengan India, Filipina, Thailand, Australia, dan negara-negara non-aligned di Asia, Afrika, dan Eropa. Sedang dalam organisasi-organisasi internasional yang bersifat non-govermental khususnya dalam rangka solidaritas Asia-Afrika seperti OISR, AA, PWAA Indonesia berusaha mengadakan pemurnian dalam asas-asas dan tujuan organisasi-organisasi tersebut, baik pada tingkat nasional maupun tingkat internasional.
Persamaan :
·         Membuka penanaman modal asing di Indonesia
·         Melakukan hubungan luar negeri dengan negara lain
Perbedaan :
·         Waktu terjadinya berbeda
·         Pemerintahannya berbeda, tahun 1870 Ind
·         onesia belum merdeka masih dijajah Belanda. Seratus tahun kemudian Indonesia sudah pada masa Orde Baru
·         Pada masa pemerintahan Hindia Belanda diberlakukannya Undang-Undang Agraria serta Undang-Undang Gula, pada masa Orde Baru diberlakukannya Undang-Undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA).
·         Pada masa pemerintahan Hindia Belanda diadakannya sistem tanam paksa, pada masa Orde Baru tidak.
·         Keadaan rakyat menderita pada masa pemerintahan Hindia Belanda karena tanam paksa, sedangkan pada masa Orde Baru dibukanya lapangan pekerjaan untuk rakayat.
·         Pada masa Orde Baru Indonesia aktif dalam organisasi-organisasi Internasional.
Sumber:
  • Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern: 1200-2008. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi
  • Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta : Balai Pustaka
  • Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI.  Jakarta: Balai Pustaka.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar